Sabtu, 26 Oktober 2013

Lembaran Baru

Senyum pagi

"Brakk,,", terdengar seperti dua benda yang keras berbenturan. Tak jauh dari TKP, seorang pemuda tampak menyeringai. Tangan itu meraba-raba entah apa yang dicarinya. Tepat dibetisnya terdapat memar berwarna merah. Ya,,itu adalah hasil duel antara betis dan meja kayu yang tampak sedikit bergeser dari tempat biasanya. Mimik wajahnya memancarkan sakit, namun mulutnya pasif seperti tak menghiraukan rasa sakit itu. Dari sorot matanya, masih jelas terlihat beban pada wajahnya. Kini, tangan itu bergerak ke tempat lain mencoba meraih sesuatu.
"Masih pukul 04.34,,", gumamnya. Seketika terbayang sisa-sisa mimpi indahnya semalam, pertandingan bola, dan,,semalam?? Memori itu kembali berputar membuka setiap file tentang kejadian malam itu.

"Terus gimana mas?" tanya seorang gadis menantikan jawaban dari seorang pemuda di depannya. Pemuda itu tampak bimbang dengan situasi yang menurutnya seperti memasukkanya ke dalam pilihan yang sulit.
"Mas, menurut pean gimana enaknya mas sekarang?", ulang gadis itu lagi
"Mas bingung dik", timpal pemuda itu akhirnya. "Jika memang solusi yang terbaik adalah dengan kembali seperti dulu lagi demi kebaikan kita, mas akan menyetujuinya." lanjutnya
"Demikian pula adik, mas" tanggapan si gadis
"Sejujurnya mas sayang ma pean dik, namun kita bukanlah anak kecil lagi, kan?? pemuda itu meminta persetujuan
"Ya mas." jawab si gadis. "Adik juga sayang mas ma pean, mungkin saat ini kita memang belum menemukan kenyamanan dari masing-masing kita, sulit untuk melanjutkan jika situasinya serba tidak mendukung seperti saat ini." jelasnya
"Benar dik, mencintai bukan berarti memiliki, dan saat ini hal itu ada pada kita, namun jika memang kita ditakdirkan bersama, kita pasti kan disatukan kembali" pungkas pemuda itu.
Gadis itu tersenyum, kemudian berkata, "Tenang mas, Magetan dan Trenggalek gak jauh kok", sembari tertawa
Terasa hilang kekhawatiran pemuda akan hilangnya sosok yang tlah mengisi hatinya seiring dengan merekahnya senyum indahnya. Senyum yang akan dan selalu menghiasi lamunan pemuda itu.
 Tiba-tiba pemuda itu mengulurkan jari kelingkingnya ke arah si gadis, "Kita adalah sahabat, bukan begitu dik??, tanyanya
Sejenak si gadis tampak bingung, namun dengan cepat diraihnya kelingking itu juga dengan kelingkingnya, "Ya mas", singkatnya kemudian tersenyum. Senyum yang sekaligus menjadi penutup malam itu bagi keduanya.

"Kriiiiiiiiing,,kriiiiiing", bunyi alarm menyadarkan pemuda itu dari lamunannya. Ia segera bangkit menyongsong sarung yang menemaninya sepanjang malam. Kini, yang ada di benaknya adalah keyakinan. "Pagi telah menyambutku dengan senyumnya, maka aku harus yakin kemudian bangkit dan terus melaju menjemputnya, menjemput impian dengan senyumnya". ^_^